Rabu, 11 Mei 2016

Rujak Kuah Pindang Makanan Khas Bali



Oleh : Ni Wayan Astiti

Rujak adalah salah satu makanan yang sangat disukai oleh banyak orang mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga orang tua serta rujak tidak hanya disukai oleh perempuan saja melaikan laki-laki juga banyak yang menyukai makanan tradisional ini. Maka dari itu di pulau bali sangat terkenal dengan rujak kuah pindang yang dimana rujak kuah pindang ini berasal dari masakan khas yang ada dibali serta banyak orang yang menyukai makanan ini. Adapun Keunikan dari rujak kuah pindang ini yakni menggabungkan kesegaran buah-buahan yang dipakai atau yang digunakan untuk memuat rujak sebagaimana biasanya dengan kuah yang diambil dari air rebusan ikan tongkol. Jenis ikan yang  dipakai adalah ikan tongkol yang berukuran agak besar. Tapi, sekalipun tampaknya aneh,tapi rasanya tetap sangat enak.
Pada rujak kuah pindang ini biasanya menggunakan buah-buahan yang berupa mangga yang masih muda, pepaya, kedondong, jeruk bali, mentimun dll. Rasa masam yang terdapat pada buah-buahan ini akan menambah rasa kuah rujak akan  menjadi segar. Untuk memudahkan pada saat dikonsumsi maka buah harus dipotong tipis-tipis.apabila mengiginkan rujak terasa gurih pedas maka harus ditambahkan cabai dan garam secukunya.Bahan-bahan yang digunakan seperti ikan tongkol besar yang masih segar, garam,daun salam, serai,Terasi udang, gula pasir atau gula aren/jawa, cabai dan, petis secukupnya.
Cara Membuat Kaldu Pindang:
  1. Bersihkan ikan tongkol hilangkan isi perut ikan yang ada didalam lalu tambahkan garam ke ikan tongkol secukupnya.
  2. Panaskan air, lalu masukkan ikan, daun salam, dan serai kedalam panci air.
  3. Rebus 15 menit hingga ikan matang dan kuah kaldu cukup keruh dan mendidih. Cicipi kuah ikan tongkol agar menetahui tingkat keasinannya. Apabila tingkat keasinnanya kurang maka tambahkan lagi garam sesuai dengan selera.
  4. Angkat panci dari kompor, diamkan sejenak, lalu tuangkan kaldu ikan itu ke dalam mangkuk dengan saringan.

Cara Membuat Rujak Kuah Pindang:
  1. Kupas buah-buahan untuk membuat rujak seperti mangga muda, pepaya muda, jeruk bali, mentimun, hingga kedondong dll, potong dan iris tipis.
  2. Panggang terasi sebentar, lalu ulek dalam ulekan atau cobek yang sudah dibersihkan.
  3. Tambahkan gula, garam, cabai, dan petis secukupnya ke dalam cobek lalu ulek kembali.
  4. Tambahkan kuah pindang yang sudah dimasak tadi ke dalam cobek, lalu aduk rata.
  5. Masukkan buah-buahan yang sudah dipotong tipis, lalu aduk rata.
  6. Masakan Rujak Kuah Pindang Yang Enak sudah siap, angkat dan hidangkan ke dalam piring.

Jadi rujak merupakan makanan yang banyak disukai oleh banyak orang dengan rasa khasnya yang pedas. Selain itu ada juga rujak kuah pindang yang dimana rujak kuah pindang ini adalah makanan tradisional khas bali. Yang memiliki keunikan tersendiri, yakni menggunakan kuah ikan tongkol yang berbeda dengan rujak biasanya.serta memiliki cita rasa yang bededa dan rasanya yang lezat.

Sumber Refrensi
http://widhiaanugrah.com/resep-masakan-rujak-kuah-pindang-yang-enak/

Kamis, 28 April 2016

MAKNA BANTEN DAKSINA SEBAGAI SALAH SATU SARANA DALAM PERSEMBAHYANGAN UMAT HINDU



Oleh :Ni Wayan Astiti
Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa. Yang dimana daksina itu sendiri disebut dengan "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daripada yadnya. Daksina merupakan salah satu banten atau sarana yang sangat penting di dalam persembahyang yang dilaksankan oleh umat hindu. Serta sarana banten daksina memilki makna-makna yang tekandung di dalam daksina itu karena ada beberapa unsur yang terapat di dalam banten daksina.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat daksina yaitu, janur atau selepahan yang akan dijahit berbentuk bulat agak memanjang serta di ujungnya yang dijadikan sebagai alas dari daksina dan akan dibatasi yang melambangkan pertiwi yang bisa dilihat secara jelas. Serobong daksina yakni terbuat dari janur atau selepahan yang dibentuk atau dijahit melingkar dan memanjang dan disesuaikan dengan alas daksina ini akan digunakan sebagai wadah atau tempat untuk menaruh bahan-bahan dari daksina itu sendiri, Tampak dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak merupakan simbol atau lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. Tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik. Beras yang merupakan sumber kehidupan di dunia atau makan pokok, porosan yang dimana terdiri dari daun sirih, kapur dan buah pinang, kelapa, telur itik, Pisang, Tebu dan Kojong, Buah Kemiri adalah simbol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan), Buah kluwek/Pangi lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan). Dalam tetandingan melambangkan dagu., Gegantusan, Papeselan yakni yang terdiri dari beberapa daun daun an yang diikat menjadi satu, bija ratus, benang tukelan,unag kepeng,sesari atau uang, Sampyan Payasan, Sampyan pusung serta di atas unsur-unsur itu akan diletakan canang.
Jadi banten daksina merupakan sarana persembahyangan yang sangat penting karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang mengandung makna-makna atau simbol kehidupan di dunia. Maka dari itu sebagai rasa ucapan terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa banten daksina ini lah yang di gunakan sebagai sarana dalam persembahyangan.

Sumber Refrensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Canang_sari

Jumat, 15 April 2016

CANANG MERUPAKAN SALAH SATU SARANA DALAM PERSEMBHAYANGAN UMAT HINDU



Oleh : Ni Wayan Astiti 
Canang merupakan upakāra (perlengkapan) keagamaan umat Hindu di Bali untuk persembahan tiap harinya. Persembahan ini dapat ditemui di berbagai Pura, tempat sembahyang kecil di rumah-rumah, dan di jalan-jalan sebagai bagian dari sebuah persembahan yang lebih besar lagi serta memiliki tujuan untuk dipersembahkan kepada ida sang hyang widhi wasa atas segala karunia nya. Canang sendiri merupakan salah satu bentuk banten atau "persembahan". Dari segi penggunaan, bentuk, dan perlengkapannya, canang dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain Canang Genten, Canang Burat Wangi, Lenge Wangi, Canang Sari, dan Canang Meraka.
Adapun bahan-bahan dari canang yakni janur, semat, daun kayu, sirih (porosan), samsam, bunga, minyak wangi serta wija. Serta adapun makna-makna yang terkandung di dalam bahan-bahan canang yakni janur sebagai alas serta jejahitan merupkan simbol keindahan ,daun kayu makna dari tumbuh-tumbuhan atau alam semesta, bunga sebagai simbol keiklasan  adapun maknanya yakni Bunga berwarna Putih disusun di Timur sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Iswara, Bunga berwarna Merah disusun di Selatan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Brahma, Bunga berwarna Kuning disusun di Barat sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Mahadewa, Bunga berwarna Biru atau Hijau disusun di Utara sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu, dan Kembang Rampai disusun ditengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata. serta Minyak wangi atau miyik-miyikan menjadi lambang ketenangan jiwa atau pengendalian diri, Porosan atau peporosan terbuat dari daun sirih, kapur, dan jambe (gambir) yang melambangkan Tri-Premana, yaitu Bayu ("pikiran"), Sabda ("perkataan"), dan Idep ("perbuatan"). Ketiganya membuat tubuh yang bernyawa dapat melakukan aktivitas. Porosan juga melambangkan Trimurti, yaitu Siwa (kapur), Wisnu (sirih), dan Brahma (gambir). Porosan mempunyai makna bahwa setiap umat harus mempunyai hati (poros) penuh cinta dan welas asih serta rasa syukur yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Jadi canang merupakan salah satu saran adalam persembahyang an umat hindu dan berbagai macam canang. Serta terdapat berbagai macam bahan dan  makna yang terkandung didalam canang sebagai sarana persembahyangan umat hindu.
Sumber Refrensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Canang_sari

Jumat, 08 April 2016

Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Dharma Wacana Bagi Umat Hindu di Bali



Oleh: Ni Wayan Astiti

Dharma Wacana berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yakni  Dharma yang artinya kebenaran dan Wacana yang artinya perkataan atau berbicara. Jadi Dharma Wacana ialah suatu cara atau metode yang digunakkan oleh umat Hindu untuk memberi penerangan mengenai Agama Hindu  secara umum yang disampaikan pada setiap kesempatan upacara Umat Hindu yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan serta siapa saja dari umat hindu dapat mendengarkannya. Serta dalam memilih tema juga disesuaikan dengan tempat, waktu serta keadaanya. Dharma Wacana esensinya sama dengan berpidato akan tetapi di dalam Dharma Wacana lebih mengkhususkan berpidato atau memberi penerangan kepada umat hindu mengenai ajaran agama hindu.
Mengingat di dalam Dharma Wacana  ini terkandung penerangan tentang nasihat-nasihat yang berkaitan dengan ajaran agama yang baik yang berlandaskan kebenaran maka dari itu sangat perlu dilestarikan serta di ajarakan kepada generasi muda agar tidak punah dan generasi muda memahami ajaran agama serta menjalankan agama dengan baik. Dengan melakukan atau menerapkan dharma wacana tersebut di harapkan umat Hindu dapat meningkatkan Sradha dan Bhaktinya.
Pada saat ini, generasi muda pada khususnya umat hindu yang tidak mau mempelajari dharma wacana. Jika terus seperti ini, maka kedepanya Dharma Wacana juga akan mulai punah. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama antara orang tua dan lingkungan pendidikan sebagai tonggak untuk mempertahankan serta mempelajari tradisi Dharma Wacana. Lingkungan pendidikan juga sangat berperan penting dalam mengembangkan potensi yang di miliki oleh siswa agar generasi muda dapat mempelajari serta mengembangkan bakat dan minat siswa untuk mempelajari Dharma Wacana. Dapat memperdalam ilmu agama agar tidak terpengaruh dengan hal- hal yang negatif dan membentuk karakter siswa yang baik.
Jadi dengan demikian Dharma Wacana sangat penting diajarkan di dunia pendidikan khususnya pada umat hindu. Dengan adanya pendidikan Dharma Wacana ini, generasi muda dapat mempelajari atau memperdalam potensi yang dimiliki oleh siswa tentang ajaran agama serta menciptakan generasi yang memiliki karakter yang baik. 

Sumber refrensi
https://advertisingbali.wordpress.com/2012/04/23/apa-itu-dharma-wacana/